Jumat, 20 Maret 2009

makalah kebudayaan

BAB I

PENDAHULUAN


Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, Komunikasi antara budaya belum secara serius mendapatkan tempat sebagai suatu kajian penting, sehingga sampai saat ini masih sulit ditemui buku yang menjelaskan secara lengkap tentang definisi dari komunikasi antar budaya itu sendiri. Padahal komunikasi antar budaya di Indonesia sangatlah penting karena pada kenyataannya kehidupan masyarakat dan budaya Indonesia sangatlah heterogen yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, agama, ras, budaya, dan istiadat. Sebagaimana dituangkan dalam semboyang Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda tetapi tetap satu. Lebih dari 350 bahasa daerah berkembang di Indonesia dan ratusan etnis tersebar diberbagai wilayah. Kehidupan majemuk bangsa Indonesia yang kompleks ditandai dengan kenyataan latar belakang social budaya etnis yang berbeda-beda. Dengan kenyataan tersebut tidaklah mudah bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu integrasi dan menghindari konflik atau bahkan perpecahan (DeVito 1997).

Komunikasi antar budaya kala menjadi semakin penting karena meningkatnya mobilitas orang diseluruh dunia, saling ketergantungan Ekonomi diantara banyak Negara, kemajuan Teknologi Komunikasi, perubahan pola imigrasi dan politik membutuhkan pemahaman atas kultur yang berbeda-beda (DeVito 1997). Komuniasi antara budaya sendiri lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi antar pribadi diantara Komunikator dan Komunikan yang kebudayaannya berbeda (Mulyana 1990) .

Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang komunikasi antar budaya yang terjadi diantara dua orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda berarti mereka memiliki perbedaan kepribadian dan persepsi terhadap relasi antar pribadi. Ketika A dan B dengan budaya yang berbeda bercakap-cakap itulah yang disebut Komunikasi antar Budaya karena dua pihak “menerima” perbedaan diantara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dalam relasi antar pribadi.

BAB II

PEMBAHASAN


1.1. Penjelasan

Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970). Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich, 1974). Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974). Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984)

Dari defenisi tersebut nampak jelas penekanannya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Karena itu dua konsep terpenting di sini adalah kontak dan komunikasi merupakan ciri yang membedakan studi Komunikasi Antar-Budaya dari studi-studi antropologi dan psikologi lintas budaya yang berupaya mendeskripsikan kebudayaan-kebudayaan antarbudaya.

Sejauh ini upaya pemerhati Komunikasi Antar-Budaya lebih banyak diarahkan pada aspek intracultural atau pun crosscultural, buakan studi-studi intercultural dari komunikasi. Sebagaimana tradisi penelitian antropologi dan psikologi lintas budaya (cross-cultural psycology), kebanyakan dari kegiatan penelitian memusatkan perhatian pada ; pola-pola komunikasi dalam kebudayaan-kebudayaan tertentu, studi komparatif lintas budaya mengenai fenomena-fenomena komunikasi.


1.2. Dimensi Komunikasi Antar-Budaya

Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks Komunikasi Antar-Budaya, ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan:

1. Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan;

2. Konteks sosial tempat terjadinya Komunikasi Antar-Budaya

3. Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan Komunikasi Antar-Budaya (baik yang verbal maupun non-verbal).

Dimensi pertama menunjukan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut:

Kawasan di dunia, misalnya; budaya Timur, budaya Barat.

Subkawasan-kawasan di dunia, budaya Amerika Utara, Asia Tenggara.

Nasional/negara, misalnya budaya Indonesia, budaya Perancis, budaya Jepang.

Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negeri seperti, Cina, Jawa, Negro

Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategori jenis kelamin, kelas sosial (budaya hippiis, budaya kaum gelandangan, budaya penjara)

Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial, meliputi bisnis, organisasi, pendidikan, akulturasi imigran politik, konsultasi terapi, dan sebagainya. Komunikasi dalam semua konteks sosial tersebut pada dasarnya memilih persamaan dalam hal unsur-unsur dasar an proses komunikasi (misalnya menyangkut penyampaian, penerimaan dan pemrosesan). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latarbelakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal dan non-verbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual misalnya; komunikasi antara orang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan interaksi dalam peran sebagai dua orang mahasiswa. Dengan demikian, konteks sosial memberikan tempat khusus pada para partisipan, hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma dan aturan tingkah laku yang khusus.

Dimensi ketiga berkaitan dengan saluran komunikasi. Dimensi ini menunjukan tentang saluran apa yang dipergunakan dalam Komunikasi Antar-Budaya. Secara garis besar saluran dapat dibagi atas:

1. Antarpribadi

2. Media massa

3. Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari Komunikasi Antar-Budaya. Misalnya orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika, akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan, apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan keala sendiri. Umumnya pengalaman antarpribadi dianggap dapat memberikan dampak yanng lebih mendalam.

Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dlam mengklasifikasi fenomena Komunikasi Antar-Budaya. Misalnya kita dapat mengambarkan komunikasi antara presiden Indonesia dengan dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok konteks sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antarbudaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latarbelakang pengalaman budaya berbeda.


3. Hubungan Tmbal Balik antara Komunikasi dengan Kebudayaan

Unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antarbudaya adalah konsep-konsep tentang ‘kebudayaan’ dan ‘komunikasi’. Hal ini ditekankan oleh Sarbaugh (1979) yang menyatakan bahwa pengertian tentang komunikasi antarbudaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikasi dan kebudayaan serta adanyasaling ketergantungan antar keduanya. Saling ketergantungan ini dapat terbukti apabila disadari bahwa:

1) Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu keompok kebudayaan tertentu;

2) Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.

Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan budaya sebagai berikut:

1) Kebudayaan meruakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama.

2) Untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.

Untuk lebih mengerti hubungan komunikasi dengan kebudayaan bisa ditinjau dari sudut pandang perkembangan masyarakat, perkembangan kebudayaan, dan peranan komunikasi dalam proses perkembangan tersebut. Perkembangan mencerminkan hubungan terus menerus dan berlangsung dan di mana simbol dan lambang berlangsung dalam proses resiprokal (timbal-balik) antara orang-orang didalamnya.


1.4. Unsur-unsur Kebudayaan

Karena kebudayaan memberikan identitas pada sekelompok manusia, maka muncul suatu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Samovar (1981) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi.

Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses Komunikasi Antar-Budaya unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo, karena masing-maasing saling membutuhkan dan berkaitan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu persatu. Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah:

1) Sistem keyakinan, nilai dan sikap.

2) Pandangan hidup tentang dunia.

3) Organisasi sosial.

Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Kita semua mungkin akan mlihat suatu obbjek atau peristiwa sosial yanng sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.


1.5 Peranan Persepsi Dalam Komunikasi Antar Budaya

Persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya, orang, benda, dan peristiwa mempengaruhi berlangsungnya Komunikasi Antar-Budaya. Pemahaman dan penghargaan akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda budaya. Kita harus belajar memahami referensi perseptual mereka, sehingga kita akan mampu memberikan reaksi yang sesuai dengan ekspektasi dalam budaya mereka. Karenanya pengertian secara umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi.

Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Secara sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa kita dapat mengenal lingkungan dan sadar apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa kita menciptakan bayang-bayang internal tentang objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan. Dalam hal ini masing-masing individu berusaha untuk memahami lingkungan melalui pengembangan struktur, stabilitas, dan makna bagi persepsinya. Pengembangan ini mencakup kegiatan-kegiatan internal yang mengubah sistem stimuli menjadi impuls-impuls (rangsangan) yang bergerak melalui sistem syaraf ke otak, serta mengubahnya lagi ke dalam pengalaman-pengalaman yang bermakna. Kegiatan internal perseptual ini dipelajari. Setiap orang lahir sudah dengan alat-alat fisik yang penring bagi persepsi, seperti halnya dengan alat untuk mampu berjalan. Dalam hal ini orang haru belajar untuk mencapai kemampuan tersebut. Secara umum proses persepsi melibatkan tiga aspek :


1. Struktur

Jika kita menutup mata, memalingkan muka dan dan kemudian membuka mata, kita akan melihat lingkungan yanng terstruktur dan terorganisasikan. Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas, dan lain-lain. Bayangan kita mengenai lingkungan merupakan hasil dari kegiatan kita secara aktif memproses informasi, yang mencakup seleksi dan kategorisasi input/masukan. Kita mngembangkan kemampuan membentuk struktur ini dengan mempelajari kategorisasi-kategorisasi untuk memilah-milah stimjulasi eksternal.

Kategorisasi untuk mengkalsifikasikan lingkungan ini dapat berbeda-beda antara orang yang satu dengan lainnya. Kategori tergantung pada sejarah pengalaman dan pengetahuan kita. Misalnya kata ‘rumah’ konsep fisiknya akan berbeda antara orang asia dengan orang eskimo.

Objek-objek sosial dan fisik juga akan mempunyai struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan saat itu. Fungsi misalnya bisa digunakan sebagai kategori. Dalam membeli pena kita mempunyai beberpa kategori seperti warna, ukuran dan sebagainya.


2. Stabilitas

Dunia realitas yanng berstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman kita mengetahui bahwa tingi/besar seseorang tetap , walajupun dari bayangan terfokus pada mata kita berubah seiring dengan perbedaan jarak. Walaupun alat-alat panca indera kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan atau perubahan-perubahan dari input sehingga dunia luar tidak berubah-ubah.


3. Makna

Persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu. Jika tidak, maka setiap masukan yang sifatnya perseptualakan ditangkap sebagai sesuatu yang baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan heran/terkejut/aneh dan gtiak ada yag nampak familiar bagi kita.


Makna berkembang dari pelajaran dan pengalaman kita masa lalu, dan dalam kegiatan yang ada tujuannya. Kita belajar mengemangkan aturan-atruan bagi usaha dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan atruan-aturan ini kita kita bertindak sebagai pemroses aktif dari stimulasi kita mengkategorisaikan peristiwa-peristiwa di masa lalau dan sekarang. Kita menjadi pemecah masalah yang aktif dalam usaha mencari makna dari lingkunagan kita. Artinya, kita belajar untuk memberi makna pada persepsi-persepsi kita yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan pengalaman masa lalu, tindakan dan tujuan masa sekarang, dan antisipasi kita tentang masa depan.

Suatu hal yang pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa. Dengan kemampuan bahasa, kita dapat menangkap stimulasi eksternal dan menghasilkan makna dengan memberi warna dan merumuskan kategorinya. Dengan memberi kode secara linguistik pada pengalaman-pengalaman, kita dapat mengingat, memanipulasi, dan membagi bersama dengan orang lain, serta menghubungkan mereka pada pengalaman-pengalaman lain melalui penggunaan kata-kata yang mencerminkan pengalaman-pengalaman itu. Makna, karenanya, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bahasa dan tergantung pada penggunaan kta atas kata-kata yang dapat memberi gambaran secara tepat


1.6. Dimensi-dimensi Persepsi

Kita telah membahas sebelumnya bahwa persepsi tentang lingkungan fisik dan sosial merupakan kegiatan internal dalam menangkap stimuli dan kemudian memrosesnya melalui sistem syaraf dan otak sampai akhirnya tercipta struktur, stabilitas, dan makna darinya. Untuk memahami bekerjanya proses tersebut, kita harus menyadari akan adanya dua dimensi pokok fundamental dari persepsi:

1) Dimensi fisik (mengatur/mengorganisasi)

2) Dimensi psikologis (menafsirkan).

Kedua dimensi ini secara bersama-sama bertanggungjawab atas hasil-hasil persepsi, sehingga pengertian tentangnya akan memberi gambaran tentang bagaimana persepsi terjadi.

1) Dimensi Persepsi secara Fisik

Sekaliun dimensi fisik ini merupakan tahp penting dari persepsi, tetapi untuk tujuan kita mempelajari KAB, hanya merupakan tahap permulaan dan tidak berapa perlu untuk terlali didalami. Dimensi ini menggambarkan perolehan kita akan informasi tentang dunia luar. Tahap permulaan ini mencakup karateristik-karakteristik stimuli yang berupa energi, hakikat dan fungsi mekanisme penerimaan manusia (mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit) serta transmisi data melalui syaraf menuju otak, untuk kemudian diubah ke dalam bentuk yang bermakna.

Bagaimana bekerjanya anggota tubuh manusia pada tahap ini dapat dikatakan sama antara satu orang dengan orang lainnya, baik yang berasal dari kebudayaan yang sama ataupun berbeda. Karena setiap orang pada dasarnya memiliki mekanisme anatomis dan biologis yang sama, yang menghubungkan mereka dengan lingkungannya.

2) Dimensi Persepsi secara Psikologis

Dibandingkan denga penanganan stimuli secara fisik, keadaan individu (seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi, keyakinan, nilai, sikap, motivasi dan lain-lain) mempunyai dampak yang jauh lebih menentukan terhadap persepsi mengenai lingkungan dan perilaku. Dalam tahap ini, setiap individu menciptakan struktur, stabilitas, dan makna dalam persepsinya, serta memberikan sifat yang pribadi dan penafsiran mengenai dunia luar.


Dalam kehidupan sehari-hari, kita menerima begitu sbanyak masukan pesan. Misalnya ketika membaca buku, selain kata-kata yang ada dalam buku tersebut, kita juga akan menerima pesanlainnya seperti suhu udara dalam ruangan tempat kita berada, kondisi kursi yang diduduki, suara air di kamar mandi, suara anak yang menangis, dan berbagai stimulus lainnya yang ada di sekitar kita. Semus stimulus ini secara bermasaan akan ikut mempengaruhi proses kegiatan kita dalam membaca buku. Namun demikian, dalam praktiknya tidak mungkin kita mengolah semua masukan pesan yang kita terima. Dengan kata lain kita melakukan penyeleksian terhadap semua stimulus yang kita terima. Proses penseleksian ini terjadi secara cepat (dalam beberapa detik saja),dan mungkin secara spontan atau dalam keadaan tidak sadar.

Keputusan untuk menyeleksi semua masukan pesan yang akan diberi makna secara langsung berhubungan dengan kebudayaan kita. Selama hidup kita telah belajar, baik selaku individu ataupun selaku anggota dari suatu kelompok kebudayaan tertentu. Ini berarti bahwa kebudayaan memang mempunyai pengruh pada proses dan hasil persepsi.

Proses seleksi dalam persepsi mengenai suatu objek dan lingkungan sekelilingnya, menurut Samovar (1981) secara umum melibatkan tiga yang saling berkaitan yakni:

1. Selective exposure (seleksi terhadap pengenaan pesan/ stimulus)

2. Selective attention (seleksi dalam hal perhatian)

3. Selective retention (seleksi yang menyangkut retensi/ ingatan).

BAB III

PENUTUP


KESIMPULAN

Dengan mengetahui ciri dasar budaya dari tiap-tiap suku bangsa akan mengurangi keterkejutan budaya (gegar budaya), memberikan kepada kita wawasan terlebih dahulu dan memudahkan kita untuk berinteraksi dengan suku bangsa lain yang sebelumnya sulit kita lakukan. Dari interaksi ini selanjutnya akan cenderung terjadi relasi.

Sebenarnya keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada waktu mendatang yang memungkinkan kita merencanakan strategi berdasarkan asumsi saling memahami. Dari sini kemudian akan timbul empathy dari diri kita terhadap orang-orang dari suku bangsa lain. Adanya saling memahami dan pengertian di antara orang-orang berbeda budaya akan mengurangi konflik
yang selama ini sering terjadi. Konflik biasanya terjadi karena berbedanya persepsi mengenai nilai- nilai antarbudaya.

Tapi kita harus optimis mengenai perbedaan budaya di Indonesia. Karena pada dasarnya. hal itu merupakan salah satu kekayaan dari Negara Republik Indonesia, Dan ini adalah tantangan bagi kita, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang ilmu komunikasi




SARAN-SARAN

Dengan selesainya Makalah Komunikasi Antar-Budaya ini, maka kami dari penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak, sehingga Makalah kami dapat lebih sempurna. Sebab dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.


DAFTAR PUSTAKA


Drs. A. Mulyana, Teori Komunikasi-modul 14,2008. kuliah.dagdigdug.com Komunikasi Antarbudaya Oleh : Dra. Hj. Dewi Widowati, M.Si.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

1.1

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran